Minggu, 19 Februari 2012

PENGKAJIAN PUISI




    Puisi (dari bahasa Yunani kuno: ποιέω/ποιῶ (poiéo/poió = poeisis/poeima) = I create) adalah seni tertulis di mana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti semantiknya.
Puisi merupakan sebuah karya sastra. Semua karya sastra adalah imajinatif. Bahasa sastra bersifat konotatif karena banyak menggunakan makna kias dan makna lambang (majas). Dibandingkan dengan bentuk karya sastra lain, puisi lebih bersifat konotatif. Bahasanya lebih banyak kemungkinan makna. Hal ini disebabkan terjadinya pengkonsentrasian atau pemadatan segenap kekuatan bahasa di dalam puisi. Struktur fisik dan struktur batin puisi juga padat. Keduanya bersenyawa secara padu bagaikan telur dalam adonan roti (Reeves dalam Waluyo, 1991: 22)
Beberapa ahli modern memiliki pendekatan dengan mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literatur tapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas. Selain itu puisi juga merupakan curahan isi hati seseorang yang membawa orang lain ke dalam keadaan hatinya.
Slamet Muljana dalam Waluyo (1991: 24) menyatakan bahwa puisi merupakan bentuk kesusastraan yang menggunakan pengulangan suara sebagai ciri khasnya. Pengulangan kata itu menghasilkan rima, ritma, dan musikalitas.
Sedangkan menurut Altenbernd dalam Pradopo (1990: 5) puisi adalah pendramaan yang bersifat penafsiran (menafsirkan) dalam bahasa berirama (bermetrum).
Baris-baris pada puisi dapat berbentuk apa saja (melingkar, zigzag dan lain-lain). Hal tersebut merupakan salah satu cara penulis untuk menunjukkan pemikirannnya. Puisi kadang-kadang juga hanya berisi satu kata/suku kata yang terus diulang-ulang. Bagi pembaca hal tersebut mungkin membuat puisi tersebut menjadi tidak dimengerti. Tapi penulis selalu memiliki alasan untuk segala 'keanehan' yang diciptakannya. Tak ada yang membatasi keinginan penulis dalam menciptakan sebuah puisi. Ada beberapa perbedaan antara puisi lama dan puisi baru

A.       Jenis Puisi
Jenis puisi dapat dibedakan menjadi beberapa macam. Tergantung dari sisi mana kita melihatnya. Diantaranya adalah:
1.    Berdasarkan zamannya
a.     Puisi lama
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara lain :
(1)     Jumlah kata dalam 1 baris
(2)     Jumlah baris dalam 1 bait
(3)     Persajakan (rima)
(4)     Banyak suku kata tiap baris
(5)     Irama
  Ciri puisi lama:
(1)     Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
(2)     Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
(3)     Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.
Contoh puisi lama diantaranya ada pantun, karmina, pantun berantai, seloka, syair, gurindam, talibun, mantra dan bidal/peribahasa.
b.      Puisi baru
Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima.
Ciri-ciri Puisi Baru:
(1)     Bentuknya rapi, simetris;
(2)     Mempunyai persajakan akhir (yang teratur);
(3)     Banyak mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain;
(4)     Sebagian besar puisi empat seuntai;
(5)     Tiap-tiap barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis)
(6)     Tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar) : 4-5 suku kata.
Jenis puisi baru dibedakan menjadi:
(1)   Menurut bentuknya, ada distikon, tersina, kuatrain, kuint, sektet, septim, oktaf dan soneta.
(2)   Menurut isinya, ada himne, ode, elegi, epigraf, satire, balada, romansa.
2.      Berdasarkan cara penyair mengungkapkan isi atau gagasan yang hendak disampaikan.
a.       Puisi naratif
Puisi naratif mengungkapkan cerita atau penjelasan penyair. Ada puisi naratif yang sederhana, ada yang sugestif, dan ada yang kompleks. Yang termasuk puisi-puisi naratif, misalnya: epik, romansa, balada, dan syair.
b.      Puisi lirik
Puisi yang mengungkapkan gagasan pribadi penyair (biasanya disebut juga aku lirik). Dalam puisi lirik, penyair  tidak bercerita. Jenis puisi lirik, misalnya: elegi, ode, dan serenade (sajak percintaan yang bisa dinyanyikan).
c.       Puisi deskriptif
Penyair bertindak sebagai pemberi kesan terhadap keadaan / peristiwa, benda, atau suasana dipandang menarik perhatian penyair. Jenis puisi yang dapat diklasifikasikan dalam puisi deskriptif, misalnya puisi satire, kritik sosial (yang mengungkapkan perasaan tidak puas penyair terhadap suatu keadaan, dengan cara menyindir atau menyatakan keadaan sebaliknya), dan puisi-puisi impresionitik (yang mengungkapkan kesan penyair terhadap suatu hal).
3.      Berdasarkan sifat dari isi yang dikemukakan dalam puisi (David Daiches)
a.       Puisi fisikal
Puisi yang bersifat realistis, artinya menggambarkan kenyataan apa adanya. Yang dilukiskan adalah kenyataan dan bukan gagasan. Hal-hal yang didengar, dilihat, atau dirasakan merupakan obyek ciptaannya. Puisi-puisi naratif, balada, impresionistis, juga puisi dramatis biasanya merupakan puisi fisikal.
b.      Puisi platonik
Puisi yang sepenuhnya berisi hal-hal yang bersifat spiritual atau kejiwaan. Puisi-puisi ide atau cita-cita, religius, ungkapan cinta pada seorang kekasih, anak pada orang tuanya dan sebaliknya, dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi puisi platonik.
c.       Puisi metafisikal
Puisi yang bersifat filosofis,  mengajak pembaca untuk merenungkan kehidupan dan merenungkan Tuhan. Puisi religius dapat disebut sebagai puisi platonik (karena menggambarkan ide atau gagasan penyair), atau bisa juga digolongkan sebagai puisi metafisik (karena mengajak pembaca merenungkan kehidupan dan Tuhan), Karya Rumi dapat diklasifikasikan sebagai puisi metafisikal.
4.      Berdasarkan cara membacanya
a.       Puisi kamar
Puisi kamar adalah puisi yang cocok dibaca sendirian atau dengan satu atau dua pendengar saja dalam kamar.
b.      Puisi auditorium
Puisi auditorium disebut juga Hukla (puisi yang mementingkan suara atau serangkaian suara. Puisi ini cocok dibaca di auditorium, di mimbar yang jumlah pendengarnya dapat ratusan orang.
5.      Berdasarkan kedalaman maknanya
a.       Puisi diafan/puisi polos
Puisi diafan/puisi polos adalah puisi yang kurang sekali menggunakan pengimajian, kata konkret dan bahasa figuratif, sehingga puisinya mirip dengan bahasa sehari-hari. Puisi yang demikian akan sangat mudah dihayati maknanya. Biasanya, puisi anak-anak atau puisi yang ditulis oleh orang yang baru belajar menulis puisi dapat diklasifikasikan dalam puisi diafan. Kelemahan utama pada karya-karya tersebut adalah,  belum adanya harmonisasi bentuk fisik dalam mengungkapkan makna.
Takaran yang dibuat untuk kiasan (metafora), lambang, simbol masih kurang tepat, baik letak maupun komposisinya.
b.      Puisi prismatis
Puisi yang mampu menyelaraskan kemampuan menciptakan majas, versifikasi, diksi, dan pengimajian sedemikian rupa sehingga pembaca tidak terlalu mudah menafsirkan makna puisinya, namun tidak terlalu gelap. Pembaca tetap dapat menelusuri makna puisi itu. Namun makna itu bagaikan sinar yang keluar dari prisma.
Bisa jadi akan ada bermacam-macam makna yang muncul, karena memang bahasa puisi bersifat multi interpretable. Puisi prismatis kaya akan makna, namun tidak gelap. Makna yang aneka ragam itu dapat ditelusuri pembaca. Jika pembaca mempunyai latar belakang pengetahuan tentang penyair dan kenyataan sejarah, maka pembaca akan lebih cepat dan tepat menafsirkan makna puisi tersebut. Penyair-penyair seperti Amir Hamzah dan Chairil Anwar dapat menciptakan puisi-puisi prismatis.
c.       Puisi gelap
Puisi yang sukar dimaknai. Terlampau banyak penggunaan majas, metafora, simbolisasi terkadang justru membenamkan arti/makna puisi itu sendiri. Mungkin hanya pengarangnya yang bisa membaca arti puisinya.
6.      Berdasarkan obyek yang menjadi sumber gagasan
a.       Puisi subyektif
Puisi subyektif disebut juga puisi personal. Yakni yang mengungkapkan gagasan, pikiran, perasaan dan suasana dalam diri penyair sendiri. Puisi-puisi yang ditulis kaum ekspresionis dapat diklasifikasikan sebagai puisi subyektif karena mengungkapkan keadaan jiwa penyair sendiri. Demikian juga puisi lirik dimana aku lirik bicara kepada pembaca.

b.      Puisi obyektif
Puisi obyektif berarti puisi yang mengungkapkan hal-hal diluar diri penyair itu sendiri. Puisi obyektif disebut juga puisi impersonal. Puisi naratif dan deskriptif kebanyakan adalah puisi obyektif, meskipun juga ada beberapa yang subyektif.
7.      Berdasarkan landasan perasaan penciptaan
a.       Puisi parnassian
Puisi parnaassian adalah puisi yang diciptakan dengan pertimbangan ilmu atau pengetahuan dan bukan didasari oleh inspirasi karena adanya mood dalam jiwa penyair. Puisi-puisi Rendra dalam Potret Pembangunan dalam Puisi yang banyak berlatar belakang teori ekonomi dan sosiologi dapat diklasifikasikan sebagai puisi parnassian.
b.      Puisi inspiratif
Puisi inspiratif merupakan puisi yang diciptakan berdasarkan mood atau passion. Penyair benar-benar masuk ke dalam suasana yang hendak dilukiskan. Suasan batin penyair benar-benar terlibat ke dalam puisi.
8.      Puisi konkret
Puisi konkret sangat terkenal dalam dunia perpuisian di Indonesia sejak tahun 1970-an. X.J. Kennedy memberikan nama jenis puisi tertentu dengan nama puisi konkret, yakni puisi yang bersifat visual, yang dapat dihayati keindahan bentuk dari sudut penglihatan. Penggunaan tanda baca dan huruf-huruf (baik huruf besar maupun huruf kecil) sangat potensial membentuk gambar. Gambar wujud fisik yang “kasat mata” lebih dipentingkan daripada makna yang ingin disampaikan.  
9.      Puisi demonstrasi dan puisi pamflet
Puisi demonstrasi menyaran pada puisi-puisi Taufik Ismail dan mereka yang oleh Jassin disebbut Angkatan 66. Puisi ini melukiskan dan merupakan hasil refleksi demonstrasi para mahasiswa dan pelajar – KAMI & KAPPI - sekitar tahun 66.
Puisi ini melukiskan perasaan kelompok, bukan perasaan individu. Puisi-puisi mereka adalah endapan dari pengalaman fisik, mental dan emosional selama para penyair terlibat dalam demonstrasi tahun 1966.
Sedangkan puisi pamflet adalah puisi yang juga mengungkapkan protes sosial. Disebut puisi pamflet karena bahasanya bahasa pamflet. Kata-katanya mengungkapkan rasa tidak puas Munculnya kata-kata yang berisi protes secara spontan tanpa proses pemikiran atau perenungan yang mendalam. Tokoh puisi pamflet yang paling terkenal adalah Rendra.


B.  UNSUR PUISI
   Puisi merupakan hasil kepaduan beberapa unsur penyusun yang membuat karya tersebut disebut puisi. Menurut Waluyo (1991:4) puisi dibangun oleh dua unsur pokok yaitu: struktur fisik yang berupa bahasa, dan struktur batin atau struktur makna.
1.      Struktur fisik
Struktur fisik puisi atau struktur kebahasaan puisi disebut juga metode puisi. Medium pengucapan maksud yang hendak disampaikan penyair adalah bahasa.
a.       Diksi
Diksi atau pilihan kata adalah pemilihan kata oleh penulis untuk menyatakan maksud. Pemilihan kata dilakukan untuk mendapatkan kata yang tepat berdasarkan seleksi bentuk, sinonim, dan rangkaian kata.
Kata-kata dalam puisi memiliki peranan yang sangat besar. Kekuatan sebuah puisi terletak pada kata-kata yang digunakan. Keberhasilan sebuah puisi pun terletak pada pilihan kata yang digunakan. Maka dari itu pilihan kata dalam puisi harus benar-benar kata yang mewakili apa yang dirasakan oleh penulisnya agar pembaca dapat merasakan apa yang dirasakan oleh penulis puisi tersebut.
b.      Pengimajian
Pengimajian dapat dibatasi dengan pengertian kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran dan perasaaan. Pengimajian disebut juga pencitraan. Effendi dalam Waluyo (1991: 81) menyatakan bahwa pengimajian dalam sajak dapat dijelaskan sebagai usaha penyair untuk menciptakan atau menggugah timbulnya imaji dalam diri pembacanya, sehingga pembaca tergugah untuk menggunakan mata hati untuk melihat benda-benda, warna, denga telinga hati mendengar bunyi-bunyian, dan dengan perasaan hati menyentuh kesejukan dan keindahan benda dan warna.
Daya bayang dapat diciptakan dengan menempuh beberapa cara yang di antaranya (1) penggunaan kata-kata kias, (2) penggunaan lambang-lambang, dan (3) penggunaan pigura-pigura bahasa, seperti metafora, metonimia, personifikasi, dan sebagainya.
c.       Kata konkret
Kata konkret adalah kata-kata yang digunakan oleh penyair untuk menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud untuk membangkitkan imaji pembaca. Kata-kata yang digunakan dalam penulisan puisi dapat menyaran kepada arti yang menyeluruh. Jika imaji pembaca merupakan akibat dari pengimajian yang diciptakan oleh penyair, maka kata konkret merupakan syarat atau sebab terjadinya pengimajian. Dengan kata yang diperkonkret, pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan oleh penyair.
d.      Bahasa figuratif (majas)
Waluyo (1991: 83) menyatakatan bahwa bahasa figuratif ialah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna. Kata atau bahasanya bermakna kias atau makna lambang. Dengan bahasa figuratif, sebuah puisi menjadi kaya makna.
e.       Versifikasi
Versifikasi dalam puisi meliputi tiga hal, yaitu rima, ritma dan metrum.
(1)   Rima
Rima merupakan pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi. Dengan pengulangan bunyi itu, puisi menjadi merdu jika dibaca. Rima mencakup:
(a)    Onomatope merupakan tiruan terhadap bunyi-bunyi yang ada. Dalam puisi, bunyi-bunyi yang dipilih oleh penyair diharapkan dapat memberikan gema atau memberikan warna suasana tertentu seperti yang diharapkan penyair.
Efek yang dihasilkan akibat onomatope akan kuat terutama jika puisi tersebut dibaca dengan keras.
(b)   Bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya.
(c)    Pengulangan kata/ungkapan. Rima sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
(2)   Ritma
Ritma berasal dari bahasa Yunani rheo yang berarti gerakan-gerakan air yang teratur, terus-menerus, dan tidak putus-putus. Slamet Muljana dalam Waluyo (1991: 95) menyatakan bahwa ritma merupakan pertentangan bunyi: tinggi/rendah, panjang/pendek, keras/lemah yang mengalun dengan teratur dan berulang-ulang sehingga membentuk keindahan.
(3)   Metrum
Metrum adalah sebuah istilah dalam ilmu kesusastraan yang mendeskripsikan pola bahasa dalam sebuah baris puisi. Metrum juga bisa didefinisikan sebagai satuan irama yang ditentukan oleh jumlah dan tekanan suku kata dalam setiap baris puisi.
f.       Tata wajah (tipografi)
Tipografi adalah cara penulisan suatu puisi sehingga menampilkan bentuk-bentuk tertentu yang dapat diamati secara visual. Tipografi merupakan bentuk fisik atau penyusunan baris-baris dalam puisi.
Tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama. Cara sebuah teks ditulis sebagai larik-larik yang khas menciptakan makna tambahan. Makna tambahan itu diperkuat oleh penyajian tipografi puisi.
2.      Struktur batin
Ada empat unsur dalam struktur batin puisi, meliputi tema (sense), perasaan penyair (feeling), nada atau sikap penyair terhadap pembaca (tone), dan amanat (intention).
a.       Tema
Tema merupakan gagasan pokok (subject-matter) yang dikemukakan oleh penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama pengucapannya. Tema biasanya dilandasi oleh filsafat hidup penyair sendiri.
b.      Perasaan (feeling)
Dalam menciptakan puisi, suasana perasaan penyair ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati oleh pembaca. Untuk mengungkapkan tema yang sama, penyair satu dengan perasaan yang berbeda dari penyair yang lainnya, sehingga hasil puisi yang diciptakan berbeda pula. Perasaan yang ditimbulkan dapat berupa sikap simpati dan antipati, rasa senang dan tidak senang, rasa benci, rindu, setiakawan dan sebagainya.
c.       Nada dan suasana
Nada merupakan sikap penyair kepada pembaca, sedangkan suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi atau akibat psikologis yang ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca. Nada mengungkapkan sikap penyair, dari sikap itu terciptalah suasana puisi. Ada puisi yang bernada menggurui, menasehati, menyindir atau bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca.
d.      Amanat (pesan)
Amanat dapat ditelaah setelah kita memahami tema, rasa dan nada puisi. Amanat tersirat dibalik kata-kata yang disusun, dan juga berada dibalik tema yng diungkapkan. Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair mungkin secara sadar berada dalan pikiran penyair, namun lebih banyak penyair tidak sadar akan amanat yang diberikan.
Amanat berbeda dengan tema. Dalam puisi, tema berkaitan dengan arti, sedangkan amanat berkaitan dengan makna karya sastra. Arti dalam puisi bersifat lugas, objektif dan khusus, sedangkan makna puisi bersifat kias, objektif, dan umum (Waluyo, 1991: 131)

C.  APRESIASI DAN PENGEMBANGAN PUISI
        Istilah apresiasi berasal dari bahasa Latin apreciato yang berarti “mengindahkan” atau “menghargai”. dalam konteks yang lebih luas, istilah apresiasi menurut Gove (dalam Aminudin, 2009: 34) mengandung makna (1) pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin, (2) pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang. Sejalan dengan Gove, S. Effendi mengungkapkan bahwa apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli karya sastra secara sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra.
       Kegiatan mengapresiasi sastra, khususnya puisi dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Dilakukan secara langsung yang berwujud pada performansi, misalnya saat melihat, mengenal, memahami, menikmati atau memberikan penilaian pada kegiatan membaca puisi. Sedangkan untuk kegiatan apresiasi secara tidak langsung dapat ditempuh dengan jalan mempelajari teori sastra, membaca artikel yang berhubungan dengan sastra puisi, mempelajari buku-buku maupun esei yang membahas dan memberikan penilaian terhadap karya sastra terutama puisi serta mempelajari sejarahnya.
Bekal awal yang harus dimiliki oleh seorang calon apresiator adalah:
1.      Kepekaan emosi atau perasaan sehingga pembaca mampu memahami dan menikmati unsur-unsur keindahan yang terdapat dalam cipta sastra, khususnya puisi.
2.      Pemilikan pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan masalah kehidupan dan kemanusiaa, baik lewat penghayatan kehidupan ini secara intesif-kontemplatif maupun dengan membaca buku yang berhubungan dengan masalah humanitas, misalnya buku filsafat dan psikologi.
3.      Pemahaman terhadap aspek kebahasaan
4.      Pemahaman terhadap unsur-unsur instrinsik sastra puisi yang akan berhubungan dengan telaah teori sastra puisi.
Apresiasi sastra utamanya puisi memiliki beberapa manfaat diantaranya:
1.      Memberikan informasi yang berhubungan dengan pemrolehan nilai-nilai kehidupan
2.      Memperkaya pandangan atau wawasan kehidupan sebagai salah satu unsur yang berhubungan dengan pemberian arti maupun peningkatan nilai kehidupan manusia itu sendiri
Adapun prosedur kerja apresiasi yang perlu dilakukan adalah:
1.      Mengidentifikasi unsur-unsur yang memiliki keindahan literer yang membentuk satu keutuhan (unity).
2.      Mengidentifikasi unsur-unsur yang secara merata tergarap dengan baik).
3.      Mengidentifikasi unsur-unsur yang membentuk keselarasan (harmony)
4.      Mengidentifikasi unsur yang mendapat tekanan yang tepat (right emphasis).
       Karya sastra terutama puisi mengalami perkembangan dari masa ke masa. Khususnya dari segi tema yang lebih berkembang. Tidak hanya sebatas pada percintaan atau kisah sepasang kekasih. Namun juga mengarah pada kehidupan sosial-kemasyarakatan, keadaan politik serta aspek kehidupan yang lain. Selain kepada tema, unsur puisi yang berkembang adalah tipografi puisi. Penulisan puisi tidak hanya sekedar terikat oleh jumlah baris dalam tiap baitnya. Namun juga mengalami perkembangan. Baris-baris dalam puisi ditulis sedemikian rupa sehingga nampak keindahan pada bentuk/tata wajahnya. Setiap bentuk tipografi dari puisi melambangkan maksud penulisnya.

2 komentar: